Skip to main content

Ningsih Dari Cianjur (part 3)


.....

Saat Ningsih berusia 19 tahun, Ningsih kehilangan jati diri. Ia terpapar virus modernisasi. Ya, ia tak lagi mengaji. Ningsih meneruskan sekolah ke perguruan tinggi, karena jauh dari rumah, Ningsih sewa rumah di dekat kampus (kos). Ningsih mempunyai pacar, beda usia 20 tahun dengannya. Lelaki itu duda mapan. Ningsih dibiayai olehnya. 

Lelaki itu tidak tahu kebiasaan Ningsih. Ia selalu pergi ke tempat hiburan malam alias dugem dengan teman kuliahnya, pulang ke kosan dini hari dengan keadaan setengah sadar. Ketika ia hendak ingin tidur. Ia merasakan hembusan nafas yang sejuk, padahal udara disana panas. Ningsih coba pejamkan mata, hembusan nafas itu semakin terasa. 

Kejadian itu semakin sering ia alami, bahkan suatu ketika, selimutnya berkali-kali tersibak dari tubuhnya. Ia tarik kembali selimut lalu tidur. Bangun tengah malam dengan kondisi selimut sudah tersibak kembali. 

Kosan Ningsih selalu dibersihkan oleh bibi, bibi hanya datang untuk mencuci pakaian dan membereskan ruangan. Bibi akhirnya bercerita bahwa ia selalu saja takut jika sedang membersihkan kamar. Bibi tak pernah melihat sosok astral tapi ia selalu merinding ketakutan. Akhirnya bibi selalu ingin cepat-cepat menyelesaikan pekerjaan dan pergi dari rumah. 

Malam itu diguyur hujan, Ningsih tidur lalu tengah malam ia melihat sosok lelaki tinggi besar, berkulit hitam. Lelaki itu memandangi Ningsih. Ningsih ketakutan karena tidak ada lelaki dirumah itu selain Ningsih. Ia kembali tidur dan bermimpi jika ia bersetubuh dengan sosok lelaki yang ia lihat. 

Karena jiwa muda Ningsih masih menggelora, ia putus dengan pacarnya. Dan kuliahnya menjadi terbengkalai. Dua hari setelah putus, ketika Ningsih tidur siang, Ningsih bermimpi badannya terjatuh dihadapan sang mantan, ia terbangun karena mimpi itu terasa nyata. Ketika ia membuka mata, ia terkejut melihat kedua kakinya menggelantung diatas. Dada dan perut Ningsih menopang beratnya. Lalu ia istigfar, baca ayat kursi, kakinya turun seperti dihentakkan oleh seseorang. Pada saat kaki turun ke lantai dengan cepat, suara ban pecah begitu kencang terdengar. Selang beberapa menit, perutnya sakit seperti diremas-remas. Ia menangis kesakitan. 

Beruntungnya, ada teman Ningsih (lelaki),  satu kampus dengannya mendatangi rumah Ningsih. Dia terkejut melihat Ningsih membuka pintu dengan wajah pucat sembab menangis kesakitan. Ningsih bercerita pada temannya. Dia langsung pergi untuk memanggil ustad. 

Pak ustad datang, lalu melakukan solat dan mengaji. Ia mendatangi segala penjuru rumah. Tak lama ia berkata pada teman Ningsih, 

“Temanmu ini terkena santet”

“ Bagaimana bisa pak ustad?” 

“Karena ia jauh dari Tuhan”

Mendengar perkataan pak ustad, Ningsih menangis. Pak ustad memberi Ningsih air minum, mendoakan Ningsih agar selalu mawas diri, pak ustad pun pergi. Kejadian itu jadi titik balik Ningsih untuk tidak pergi ke tempat hiburan. Sayangnya, kejadian itu sampai ke telinga orangtuanya. Sehingga orangtua Ningsih memutuskan untuk menarik Ningsih dari kampus dan kembali ke rumah. Ningsih tidak bisa lagi dugem. Terakhir kali ia dugem, hampir OD, Ningsih mendengar suara Adzan. Suara Adzan itu begitu terdengar ditelinga Ningsih. Beberapa kali Ningsih di Tegur tapi ia belum menyadari. 

Kembali ke rumah, Ningsih sedikit frustrasi, ia tidak melakukan apapun. Lalu ibu mengajaknya berbicara dari hati ke hati, pada akhirnya Ningsih kuliah kembali di kampus baru yang tak jauh dari rumah. Setelah 3 tahun kuliah, Ningsih KKN.. Puji syukur Ningsih berubah. 



To be continue 

Comments