..... Saat Ningsih berusia 19 tahun, Ningsih kehilangan jati diri. Ia terpapar virus modernisasi. Ya, ia tak lagi mengaji. Ningsih meneruskan sekolah ke perguruan tinggi, karena jauh dari rumah, Ningsih sewa rumah di dekat kampus (kos). Ningsih mempunyai pacar, beda usia 20 tahun dengannya. Lelaki itu duda mapan. Ningsih dibiayai olehnya. Lelaki itu tidak tahu kebiasaan Ningsih. Ia selalu pergi ke tempat hiburan malam alias dugem dengan teman kuliahnya, pulang ke kosan dini hari dengan keadaan setengah sadar. Ketika ia hendak ingin tidur. Ia merasakan hembusan nafas yang sejuk, padahal udara disana panas. Ningsih coba pejamkan mata, hembusan nafas itu semakin terasa. Kejadian itu semakin sering ia alami, bahkan suatu ketika, selimutnya berkali-kali tersibak dari tubuhnya. Ia tarik kembali selimut lalu tidur. Bangun tengah malam dengan kondisi selimut sudah tersibak kembali. Kosan Ningsih selalu dibersihkan oleh bibi, bibi hanya datang untuk mencuci p...
....... Rumah baru Ningsih lebih besar dari sebelumnya, ia pun bahagia bisa mempunyai kamar sendiri. Ningsih baru menyadari, sering melihat sosok menyerupai ayah atau ibunya. Saat itu Ningsih turun dari tangga dan melihat ayahnya berjalan menuju ruang tamu. Setelah Ningsih berada dibawah, ia melihat ayahnya sedang di dapur kemudian bertanya, “Ayah, bukankah barusan Ayah pergi ke depan?” “Ayah dari tadi disini” Ibu Ningsih tidak pernah membesar-besarkan kejadian yang Ningsih alami, karena ibu Ningsih pun pernah mengalami hal serupa dirumah baru itu. Tak sedikit orang yang membicarakan rumah itu, apalagi penduduk setempat yang tahu persis rumah itu sebelumnya adalah rawa. Konon katanya seseorang pernah melihat ular besar melintas dirawa sehingga banyak orang yang takut untuk melewati rawa tersebut. Ya, ayah Ningsih membeli tanah itu dengan harga murah. Ayah Ningsih sudah tidak bekerja, jadi keseharian ayah yaitu membereskan pekarangan rumah. Tanpa sengaja ia menem...